Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan alasan di balik dominasi impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari negara tetangga, Singapura, dan Malaysia.
Direktur Pembinaan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi (Migas) Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, Mustika Pertiwi, mengatakan bahwa impor BBM dari kedua negara tersebut dilakukan karena fasilitas pencampuran (blending) berbagai kualitas BBM yang diproduksi dari berbagai kilang di negara-negara seperti Arab Saudi, India, Korea, dan China, sehingga sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan Indonesia.
Menurutnya, BBM Pertalite (RON 90) memiliki spesifikasi yang berbeda dengan BBM di negara lain. Informasi ini didapat dari PT Pertamina (Persero) sebagai badan usaha penyalur dan pengimpor BBM.
Singapura dan Malaysia memiliki fasilitas blending dan storage yang memungkinkan pencampuran kualitas BBM untuk memenuhi spesifikasi Indonesia dan negara pembeli lainnya. Selain Indonesia, keduanya juga mengekspor BBM ke negara-negara Asia Tenggara lainnya dan Australia.
Menteri ESDM Arifin Tasrif sebelumnya mengatakan bahwa Indonesia tidak hanya impor BBM dari Singapura dan Malaysia, tetapi juga dari India. Selain itu, impor minyak mentah mayoritas berasal dari Arab Saudi dan Nigeria, sedangkan Liquefied Petroleum Gas (LPG) diimpor dari Uni Emirat Arab (UEA) dan Amerika Serikat.
Indonesia mengimpor minyak bumi dari Singapura senilai US$ 10,3 miliar dengan berat bersih 10,9 juta ton. Impor minyak bumi dari Malaysia mencapai US$ 6,2 miliar dengan berat bersih 6,7 ton. Kekurangan produksi minyak nasional harus ditutupi melalui impor sebesar 240 ribu barel per hari dari minyak mentah dan 600 ribu barel per hari dari BBM.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), total impor minyak bumi Indonesia pada tahun 2022 mencapai 47,74 juta ton atau senilai US$ 40,41 miliar (sekitar Rp 656,76 triliun).
[wia]