Permintaan Investor Migas kepada Pemerintah: Bukan Sekadar Bagi Hasil, Ini yang Diminta

by -31 Views

Pemerintah resmi menerbitkan regulasi baru untuk menarik investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi (migas). Salah satunya yaitu dengan memberikan penawaran skema kontrak bagi hasil Gross Split baru yang lebih sederhana.

Namun, Direktur TIS Petroleum Tumbur Parlindungan menilai persoalan utama yang membuat investor enggan berinvestasi di Indonesia bukan semata-mata soal skema bagi hasil, melainkan ketidakpatuhan terhadap kontrak yang sudah disepakati.

Oleh sebab itu, ia menekankan pentingnya agar kontrak dalam sektor minyak dan gas harus memiliki contract sanctity atau kesucian kontrak. Pasalnya, selama ini banyak kontrak migas yang tidak dihormati oleh Pemerintah Indonesia.

“Gross Split yang sebelumnya kan terlalu banyak parameternya. Ini kan parameternya dikurangi dan lebih pasti untuk para investor. Tapi nanti begitu ada perjanjiannya, apakah negara Indonesia akan menghormatinya atau tidak. Karena PSC-PSC sebelumnya banyak yang tidak dihormati oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Tumbur dalam acara Energy Corner CNBC Indonesia, dikutip Rabu (9/10/2024).

Ia lantas mencontohkan selama 10 hingga 15 tahun terakhir ini banyak kontrak yang tidak dihormati oleh Pemerintah Indonesia, yang menyebabkan investor kehilangan kepercayaan. Hal ini lebih krusial daripada penawaran fiskal yang sering kali hanya dianggap sebagai “gimmick” untuk menarik investor.

“Tapi yang paling mendasar contract sanctity dari yang sudah ditandatangani itu masih dilanggar juga dengan negara Indonesia atau tidak. Itu yang ditunggu sebetulnya dari para investor,” tandasnya.

Seperti diketahui, Kementerian ESDM baru saja merilis aturan terkait kontrak bagi hasil migas.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split, menggantikan regulasi sebelumnya, yaitu Permen ESDM Nomor 8 Tahun 2017.

Selain itu, Kementerian ESDM juga merilis Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan bahwa aturan ini bertujuan untuk menciptakan keadilan bagi para kontraktor migas, terutama yang menggarap lapangan-lapangan dengan tantangan teknis yang cukup tinggi.

“Intinya adalah Untuk memberikan fairness. Untuk lapangan yang sulit. Setiap ada usaha, upaya dihargai dengan split itu tetap fungsinya adalah yang fair,” ujarnya ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (4/10/2024).

Terpisah, Direktur Pembinaan Hulu Minyak dan Gas Bumi Ariana Soemanto menjelaskan aturan ini hadir sebagai respons atas kebutuhan kontraktor untuk mendapatkan kepastian bagi hasil yang lebih kompetitif, yang kini dapat mencapai 75-95%.

Adapun, dalam kontrak gross split sebelumnya, bagi hasil kontraktor bisa sangat variatif, bahkan dalam beberapa kasus mencapai nol persen.

“Kepastian 75-95% bagi hasil punya kontraktor. Kalau yang dulu bisa rendah sekali, bahkan bisa sampai 0%, itu kita koreksi,” ujar Ariana, Selasa (1/10/2024).

Selain memberikan kepastian bagi hasil yang lebih tinggi, regulasi baru ini juga dirancang untuk menarik investasi di Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional, dengan kontraktor berpotensi menerima bagi hasil sebesar 93-95% di awal masa kontrak, seperti yang diterapkan di WK GMB Tanjung Enim dan MNK Rokan.

Dalam aturan baru ini, parameter-parameter yang menentukan besaran angka bagi hasil untuk kontraktor disederhanakan dari 13 parameter menjadi hanya 5 parameter, agar lebih implementatif perhitungannya dan menarik di lapangan.