Menurut Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita, Indonesia berisiko mengalami gangguan ketahanan pangan. Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI, Dwikorita menyebut bahwa kerentanan ketahanan pangan terjadi karena kekurangan air, yang dipicu oleh kenaikan suhu permukaan Bumi.
Suhu permukaan Bumi terus mengalami kenaikan hingga sepanjang tahun 2023, yang mencapai rekor suhu terpanas. Kenaikan suhu secara global terjadi sejak 1850-an akibat pertumbuhan industri yang terus berkembang. Dwikorita juga menyebut bahwa selama 8 tahun terakhir merupakan rekor suhu terpanas sepanjang sejarah.
Meskipun demikian, Indonesia sendiri belum mengalami kenaikan suhu yang signifikan karena luas lautnya yang lebih besar dari luas daratan, sehingga bertindak sebagai pendingin. Namun, kenaikan suhu Bumi global tersebut menyebabkan kekeringan, yang diproyeksikan akan terjadi dalam beberapa waktu ke depan.
Dwikorita juga menjelaskan bahwa kekurangan air ini akan menyebabkan kerentanan cukup tinggi terhadap ketahanan pangan di Indonesia. Sekitar tahun 2050, indikator ketahanan pangan di sebagian besar dunia diperkirakan akan berwarna orange, termasuk Indonesia.
Penyebab dari perubahan iklim ditandai dengan lonjakan suhu Bumi, disebabkan oleh konsentrasi CO2 yang meningkat. Hal ini diperkirakan akan membawa dampak pada Bumi, termasuk Indonesia, seperti punahnya es di puncak Jayawijaya dan meningkatnya cuaca ekstrem.
Untuk menghadapi dampak perubahan iklim, BMKG berencana melakukan pelatihan adaptasi perubahan iklim, meningkatkan literasi iklim untuk masyarakat, dan memperluas penerapan transformasi energi dari energi fosil ke non-fosil.