Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa saat ini tidak ada lagi El Nino. Hal ini dikarenakan indeks El Nino-Southern Oscillation (ENSO) saat ini sudah berada pada fase Netral. Dalam jumpa pers virtual pada Selasa (28/5/2024), Dwikorita mengatakan, “Saat ini ENSO diprediksi bertahan Netral. Sekali lagi, saat ini Netral. Jadi tidak ada lagi El Nino ya karena sudah Netral.”
BMKG meminta agar masyarakat waspada terhadap kemungkinan kemarau, karena Indonesia berpotensi mengalami kekeringan meteorologis. Dalam pemantauan sampai dengan dasarian II bulan Mei 2024, anomali iklim global di Samudera Pasifik menunjukkan bahwa indeks ENSO berada pada level +0,21 atau dalam kondisi Netral. Prediksi BMKG menyebutkan bahwa kondisi ini diprediksi akan bertahan hingga periode Juni-Juli 2024.
ENSO sendiri terbagi menjadi tiga fase, yaitu El Nino, La Nina, dan Netral. Pada fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke barat melintasi Samudera Pasifik menghasilkan arus laut yang mengarah ke barat. Selama fase El Nino, angin pasat melemah atau bahkan berbalik arah, sehingga Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan. Sementara pada fase La Nina, angin pasat menjadi lebih kuat dari biasanya, sehingga Indonesia berisiko mengalami banjir, suhu udara yang rendah, dan badai tropis.
Dwikorita mengungkapkan bahwa setelah ENSO berada pada fase Netral, diprediksi selanjutnya akan beralih ke fase La Nina hingga akhir tahun 2024. Namun, fenomena La Nina lemah ini diprediksi tidak akan berdampak pada musim kemarau di Indonesia. Selain itu, kondisi Indian Ocean Dipole (IOD) juga berada pada fase Netral dengan kecenderungan beralih ke fase positif.
BMKG juga memperingatkan adanya potensi kekeringan selama beberapa bulan ke depan. Prediksi curah hujan menunjukkan bahwa kondisi kekeringan kemarau akan mendominasi hingga September 2024. Daerah-daerah dengan curah hujan sangat rendah perlu mendapatkan perhatian khusus untuk mitigasi dampak kekeringan, seperti sebagian Lampung, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tenggara.
Sebagai rekomendasi, BMKG mengimbau agar pemerintah dan masyarakat bersiap siaga dan antisipatif menghadapi musim kemarau. Langkah-langkah yang direkomendasikan antara lain penerapan teknologi modifikasi cuaca untuk pengisian waduk di daerah kering, membasahi tanah rawan karhutla atau gambut, optimalisasi upaya pengumpulan air hujan, dan penyesuaian pola tanam. BMKG juga akan melakukan koordinasi dengan Menteri Pertanian dan Gubernur Provinsi terdampak untuk langkah-langkah lebih lanjut.