Pemerintah Bangladesh mengerahkan sejumlah tentara untuk berpatroli di jalan-jalan sepi di ibu kota Dhaka pada Sabtu, (20/7/2024). Para personil militer bahkan mendirikan barikade selama jam malam guna meredakan protes.
Gelombang protes terjadi di Bangladesh yang dipimpin oleh mahasiswa yang menentang sistem kuota pekerjaan di pemerintah. Protes ini telah menewaskan setidaknya 110 orang dalam seminggu terakhir.
Sejak Kamis layanan internet dan pesan teks ditangguhkan, memutus negara Asia Selatan tersebut dari dunia luar. Polisi menindak keras protes yang terus berlanjut meskipun ada larangan berkumpul di tempat umum.
Panggilan telepon ke luar negeri sebagian besar gagal terhubung, sementara situs web media yang berbasis di Bangladesh tidak update dan akun media sosial mereka tetap tidak aktif.
“Memutuskan internet di negara dengan berpenduduk 170 juta orang adalah langkah drastis, yang belum pernah kita lihat sejak revolusi Mesir tahun 2011,” kata John Heidemann, kepala ilmuwan divisi jaringan dan keamanan siber di Institut Ilmu Informasi USC Viterbi, dikutip dari Reuters, Sabtu (20/7/2024).
Selain korban tewas, bentrokan telah melukai ribuan orang, menurut data dari rumah sakit di seluruh Bangladesh. Rumah Sakit Dhaka Medical College menerima 27 jenazah antara pukul 5 sore dan 7 malam pada hari Jumat.
Selama lima hari, polisi telah menembakkan gas air mata dan melemparkan granat suara untuk membubarkan pengunjuk rasa saat demonstran bentrok dengan petugas keamanan, melemparkan batu bata dan membakar kendaraan.
Demonstrasi yang terbesar sejak Perdana Menteri Sheikh Hasina terpilih kembali untuk keempat kalinya berturut-turut tahun ini juga didorong oleh tingginya pengangguran di kalangan anak muda, yang merupakan hampir seperlima dari 170 juta penduduk negara Asia Selatan tersebut.