Pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia terus mengalami kejatuhan satu per satu, yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap para pekerja. Masalah ini juga berdampak pada perekonomian dalam negeri, seperti menurunnya daya beli masyarakat dan meningkatnya harga barang-barang produk industri lokal. Setidaknya sudah 6 pabrik tekstil yang gulung tikar, dengan 11.000 orang yang terkena PHK berdasarkan data Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN). Di Jawa Barat, sudah ada 22 pabrik yang tutup menurut data Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB).
“Potensi PHK di sektor TPT masih terus berjalan. Penyebabnya semua hampir sama, order turun sampai enggak ada order sama sekali. Karena itu, pemerintah harus segera turun tangan,” ujar Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN) Ristadi. Anggota DPD Jawa Tengah, Casytha Arriwi Kathmandu juga menyampaikan bahwa di Jawa Tengah juga terjadi PHK besar-besaran di pabrik TPT akibat masalah impor produk TPT dan regulasi seperti Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024.
Dampak dari PHK ini tidak hanya terjadi pada peningkatan pengangguran dan kemiskinan, tetapi juga berimbas pada bisnis lainnya seperti kos-kosan yang sepi dan katering yang kehilangan pembeli. PHK di berbagai wilayah juga membuat aktivitas ekonomi di sekitarnya hilang seketika, seperti yang dialami oleh Komarudin, seorang Kepala Dusun, yang harus menjual kontrakannya karena sepi akibat ditutupnya pabrik.
Selain itu, Euis Mawati, pemilik usaha katering dan kantin, juga merasakan dampaknya. Usahanya harus ditutup karena kehilangan sumber orderan dari pabrik yang tutup. Demikian pula dengan Iskandar, seorang tukang ojek pangkalan, yang terpaksa harus mencari kerja lain setelah pabrik tutup.
Sementara itu, tren penurunan pembelian durable goods menjadi pertanda pelemahan daya beli masyarakat akibat adanya PHK, yang membuat penjualan barang-barang di dalam negeri pun ikut tertekan. Hal ini mengkhawatirkan target Indonesia sebagai negara maju dan berpendapatan tinggi pada 2045. Pemerintah tengah menyusun strategi baru untuk mencegah kegagalan visi Indonesia Maju pada 2045, salah satunya dengan fokus memperbaiki Gross National Income (GNI) per capita.