Keadaan di Haiti semakin memburuk akibat gangster yang menguasai ibu kota Port-au-Prince. Hal ini mendorong Amerika Serikat (AS) untuk mengevakuasi warganya dari negara Karibia tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Vedant Patel, mengatakan pesawat sewaan pemerintah dan helikopter sedang dalam proses untuk mengangkut pengungsi dari Port-au-Prince ke Republik Dominika, yang berbagi pulau Hispaniola dengan Haiti.
“Kekerasan yang terjadi di Port-au-Prince sangat mengerikan dan situasi keamanan tentu saja berisiko tinggi, namun kami tidak akan melakukan operasi seperti itu jika kami merasa tidak aman untuk melakukannya dan kami tidak memiliki kemampuan untuk melakukan operasi tersebut,” kata Patel seperti dilaporkan oleh The Guardian, Kamis (21/3/2024).
Patel menggambarkan situasi di ibu kota Haiti sebagai ‘sangat berubah-ubah’. Penerbangan evakuasi di masa depan akan dipertimbangkan setiap hari.
“Hampir 1.600 warga Amerika di Haiti telah menghubungi pemerintah mengenai krisis keamanan ini, baik untuk meminta evakuasi atau meminta nasihat bagaimana tetap aman,” tambah Patel.
Saat evakuasi dimulai, para jurnalis dan saksi mata melaporkan adanya pertempuran baru di ibu kota Haiti. Ketua Unicef, Catherine Russell, minggu ini mengatakan situasinya mirip dengan “adegan di Mad Max”.
“Dalam beberapa hari terakhir, pertempuran antara geng-geng bersenjata lengkap dan pasukan keamanan telah melumpuhkan ibu kota Haiti dalam episode kekerasan terburuk yang pernah terjadi di negara Karibia tersebut dalam beberapa dekade.
Para bandit bersenjata menyerang kantor polisi, gedung-gedung pemerintah, dan bandara internasional. Mereka mencapai tujuan mereka Senin pekan lalu ketika Perdana Menteri, Ariel Henry, mengumumkan ia akan mengundurkan diri setelah dewan transisi ditunjuk.
Namun ketika faksi-faksi politik berebut posisi, kekerasan terus berlanjut. Sekitar setengah penduduk Haiti mengalami kelaparan, air dan listrik langka, dan warga sipil terkena peluru nyasar setiap hari.
Sementara itu, fasilitas kesehatan juga tidak luput dari serangan gangster. Dalam beberapa pekan terakhir, sejumlah rumah sakit dibakar, dokter-dokter dibunuh, dan persediaan medis paling dasar kini habis. Hanya satu rumah sakit umum di ibu kota Haiti yang masih beroperasi. Ini membuat para korban kekerasan tidak mempunyai harapan untuk mendapatkan perawatan medis.
“Sistem pelayanan kesehatan di Port-au-Prince pada dasarnya tidak ada. Segala sesuatunya memburuk dengan cepat,” kata Mackynzie Archer, seorang konsultan yang memberikan masukan kepada LSM medis terkemuka di Haiti.
Petugas kesehatan juga harus tinggal di rumah untuk menghindari terjebak dalam baku tembak di jalanan atau dibunuh oleh remaja dengan senapan serbu karena memberikan perawatan medis kepada polisi atau anggota geng saingannya.
Di rumah sakit Universitas Negeri Haiti, penelusuran yang dilakukan BBC tidak menemukan staf medis di klinik yang penuh dengan pasien, hanya ada mayat yang dipenuhi lalat yang membusuk di panas tropis.
“Tidak ada dokter, mereka semua melarikan diri minggu lalu,” kata seorang pasien kepada BBC.