RI Bersiap Menghadapi Potensi Banjir Tembaga, Perlu Membangun Industri Hilir Domestik

by -102 Views

PT Freeport Indonesia (PTFI) saat ini sedang mempercepat kemajuan pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga terbarunya yang sedang dibangun di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Ports Estate (JIIPE) Gresik, Jawa Timur.

Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas mengatakan jika smelter tersebut sudah dapat beroperasi penuh, Indonesia akan ‘kebanjiran’ katoda tembaga. Oleh karena itu, dia menyarankan agar industri hilir penyerap katoda tembaga di dalam negeri dapat dibangun dan dikembangkan. Dengan demikian, produk katoda tembaga yang dihasilkan dari smelter di dalam negeri tidak perlu diekspor.

“Agar katoda tembaga nantinya dapat digunakan oleh konsumen dalam negeri, industri yang lebih hilir, seperti emas batang, perak batang, dapat tumbuh di Indonesia,” ungkap Tony kepada CNBC Indonesia dalam program Mining Outlook 2024, dikutip Senin (5/2/2024).

“Karena sayang kalau hilirisasi Indonesia tidak ada, maka kita akan melakukan ekspor lagi. Produksi metal katoda (kemurniannya) sebesar 99,9%,” tambahnya.

Namun, untuk membangun industri hilir di Indonesia, dia berpendapat bahwa para investor memerlukan insentif dari pemerintah, baik fiskal maupun non-fiskal.

“Sehingga diharapkan diberikan insentif fiskal dan non-fiskal agar industri hilir kabel dan EV bisa terbangun, serta perak dan emas juga,” tegasnya.

Seperti yang diketahui, smelter yang disebut sebagai smelter tembaga single line atau satu jalur terbesar di dunia ini mampu mengolah konsentrat tembaga sebanyak 1,7 juta ton per tahun untuk menghasilkan 600 ribu ton katoda tembaga per tahun. Selain itu, smelter ini juga mampu memproduksi emas hingga 50 ton per tahun dan 150-200 ton perak per tahun.

Smelter ini juga akan menghasilkan produk sampingan, seperti emas dan perak murni sebanyak 6 ribu ton per tahun dari lumpur anoda, serta asam sulfat sebesar 1,5 juta ton per tahun, terak tembaga sebesar 1,3 juta ton per tahun, dan gipsum sebesar 150 ribu ton per tahun.

Smelter baru ini akan menyerap tenaga kerja sebanyak 150 ribu pekerja, di mana sebanyak 98% berasal dari Indonesia, dengan pekerja lokal sebanyak 50%.