Perlunya Pemisahan Fungsi Intelijen di Dalam dan Luar Negeri

by -121 Views

Pentingnya Pemisahan Fungsi Intelijen Dalam dan Luar Negeri

Jakarta: Direktur Eksekutif Lembaga Studi Pertahanan dan Strategis Indonesia (Lesperssi) Rizal Darma Putra menegaskan pentingnya pemisahan fungsi antara intelijen dalam negeri dan luar negeri. Menurutnya, pemisahan tersebut diperlukan mengingat kompleksitas ancaman yang dihadapi Indonesia saat ini.

“Pemisahan fungsi intelijen luar negeri dan dalam negeri sangat penting, begitu juga dengan kewenangan penegakan hukum bagi intelijen dalam negeri,” ujarnya dalam diskusi terbatas tentang restrukturisasi Badan Intelijen Negara (BIN) di Kampus Universitas Bakrie, Jakarta, Senin, 7 Oktober 2024.

Ia juga mencatat potensi penyalahgunaan kekuasaan yang dapat terjadi di berbagai sektor, termasuk di BIN, karena tidak adanya otoritas yang memiliki kewenangan jelas untuk menyelidiki operasi BIN. Rizal juga menambahkan bahwa struktur kelembagaan BIN saat ini masih didominasi oleh elemen militer, yang terlalu dekat dengan konflik kepentingan politik.

“Rekrutmen sebaiknya dilakukan secara diam-diam, tidak hanya didominasi oleh lulusan STIN,” katanya.

Selain itu, aspek pengawasan juga menjadi isu penting dalam diskusi ini. Rizal menekankan bahwa tantangan dalam mengawasi lembaga intelijen, khususnya BIN, sangat kompleks.

“Terdapat tiga bentuk pengawasan yang perlu dilakukan terhadap intelijen, yaitu pengawasan anggaran, operasi, dan regulasi. Namun, di banyak negara, pengawasan terhadap lembaga intelijen selalu sulit,” ujar Rizal.

Menurutnya, transparansi dalam pengawasan sangat penting untuk mengurangi potensi penyalahgunaan kekuasaan.

Sementara itu, peneliti BRIN Muhammad Haripin menegaskan pentingnya penguatan BIN sebagai koordinator intelijen nasional, sesuai dengan Undang-Undang Intelijen. Namun, ia mengatakan bahwa dalam praktiknya, peran BIN sebagai koordinator belum optimal.

“Penguatan dan penegasan peran BIN sebagai koordinator intelijen sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini,” katanya.

Dalam hal pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), Haripin mengatakan bahwa proses rekrutmen dan pendidikan intelijen di Indonesia telah mengalami kemajuan yang signifikan, termasuk dengan adanya sekolah khusus, kurikulum, dan pengajar dari kalangan sipil dan peneliti.

Namun, ia juga menyoroti bahwa pola pendidikan yang ideal untuk para intelijen masih perlu diformulasikan dengan lebih baik, terutama untuk menghindari politisasi di dalam BIN.

Haripin menyebut bahwa tantangan utama dalam mengawasi BIN saat ini terletak pada kekosongan aturan yang mengatur kewajiban pengawasan, adanya konflik kepentingan, dan kompleksitas ancaman yang dihadapi.

“Pengawasan yang efektif harus mampu mengurangi konflik kepentingan dan meningkatkan akuntabilitas anggaran BIN,” katanya.

Sementara Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aisha Kusumasomantri menekankan perlunya memperkuat intelijen luar negeri, terutama dalam menghadapi ancaman eksternal yang semakin kompleks, seperti destabilisasi politik yang dapat mengancam keamanan nasional.

“Intelijen luar negeri harus diperkuat karena ancaman dari luar semakin nyata,” tegas Aisha.

Sementara itu, Co-Founder ISDS Erik Purnama menambahkan bahwa struktur di BIN saat ini banyak diisi oleh personel militer yang karirnya mulai stagnan. Ia juga menyoroti adanya politisasi dalam proses rekrutmen di STIN yang berdampak pada kualitas SDM di BIN.

“Diperlukan penguatan dalam bidang SDM, kelembagaan, dan sistem koordinasi untuk menghadapi tantangan yang ada,” ucapnya.

Dalam aspek struktur kelembagaan, Direktur Riset Indo Pacific Strategic Intelligence Aira Kusumasomantri mengkritisi pergeseran BIN yang awalnya didominasi oleh kalangan sipil, namun kini oleh TNI dan Polri.

“Dari sembilan deputi di BIN, hanya satu yang berorientasi ke luar, sementara yang lain cenderung berorientasi ke dalam. Padahal, ancaman yang dihadapi lebih banyak berasal dari luar,” ungkapnya.

Selain itu, Ketua Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie Aditya Batara Gunawan menilai perlunya perubahan orientasi agar lebih fokus pada ancaman eksternal dan penguatan peran sipil dalam intelijen.

Harapannya, diskusi ini dapat memberikan kontribusi dalam merumuskan pemikiran terkait restrukturisasi dan penguatan lembaga intelijen di Indonesia. Diskusi ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu upaya dalam mengembangkan kajian intelijen di Program Studi Ilmu Politik Universitas Bakrie.

Sumber: https://www.medcom.id/nasional/peristiwa/GKdl31EK-pemisahan-fungsi-intelijen-dalam-dan-luar-negeri-dinilai-penting

 

Source link