Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyadari kesulitan dalam menerapkan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Salah satu alasan dari kesulitan ini adalah karena adanya penolakan dari Rumah Sakit (RS).
“Awalnya, keuntungan sangat besar, sekarang keuntungan tidak terlalu besar kan? Karena harus membagikan keuntungan tersebut untuk meningkatkan layanan kesehatan kepada masyarakat,” kata Budi dalam wawancara dengan CNBC Indonesia.
KRIS adalah skema yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 sebagai pengganti kelas 1, 2, 3 yang biasa ada dalam kepesertaan BPJS Kesehatan.
Budi menyadari bahwa bisnis RS tetap harus berjalan, namun layanan kepada masyarakat tidak boleh diabaikan. Beliau menekankan pentingnya memberikan pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat meskipun biaya hidup rumah sakit menjadi lebih tinggi.
Budi juga menemui masalah fasilitas yang buruk di beberapa RS, seperti ketersediaan kamar yang kurang memadai. Ada RS yang menempatkan 12 pasien dalam satu kamar, hal ini dianggap tidak layak.
“Jadi sebenarnya KRIS Kelas Rawat Inap Standar dibuat karena pemerintah dan BPJS ingin meningkatkan kualitas layanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berada di bawah,” ungkap Budi.
Artikel ini bersumber dari CNBC Indonesia.