Respon PM Palestina Terhadap Rencana Israel Untuk Mengakhiri Perang

by -218 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Israel berencana mengakhiri perang di Jalur Gaza dengan membentuk otoritas transisi yang akan memerintah wilayah tersebut. Namun, Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammad Shtayyeh, menentang rencana ini.

Menurut Shtayyeh, Palestina tidak akan memerintah Gaza setelah konflik Israel-Hamas tanpa adanya perjanjian komprehensif yang juga mencakup Tepi Barat sebagai negara Palestina. Ia juga menyatakan bahwa tidak akan bekerja sama tanpa adanya proses perdamaian yang menghasilkan dua negara berdaulat.

“Saya tidak menerimanya. Presiden kami [Mahmoud Abbas] tidak menerimanya. Tak satu pun dari kami akan menerimanya,” kata Shtayyeh seperti dikutip dari The Guardian.

Shtayyeh juga berpendapat bahwa rencana Israel untuk menggantikan Hamas dalam memerintah Gaza memberikan pengaruh yang langka kepada komunitas internasional untuk kembali ke solusi dua negara yang telah dihancurkan secara sistematis oleh Netanyahu.

PA telah memanggil pertemuan darurat dengan negara-negara Arab yang diharapkan akan diadakan pada tanggal 10 November untuk memulihkan persatuan dalam pembentukan negara Palestina yang berfungsi.

Pada tahun 2020, Bahrain dan Uni Emirat Arab menandatangani perjanjian Abraham yang menormalisasi hubungan dengan Israel dengan syarat bahwa terdapat kemajuan politik bagi Palestina sebagai prasyaratnya. Ketika serangan Hamas terjadi, AS berusaha untuk membujuk Arab Saudi untuk menyetujui normalisasi, namun pemimpin Arab Saudi bersikeras bahwa perjanjian apa pun harus memberikan manfaat yang nyata bagi Palestina.

Shtayyeh memperkirakan bahwa pandangan ini akan menjadi sikap umum di kalangan negara-negara Arab lainnya. Ia juga mencatat bahwa menteri luar negeri Bahrain mengunjungi Tepi Barat untuk pertama kalinya sejak penandatanganan perjanjian Abraham.

Dia menyatakan adanya kesadaran yang semakin besar di antara negara-negara Arab bahwa kawasan ini tidak akan damai tanpa adanya solusi politik bagi Palestina.

“Mereka ingin melihat solusi atas permasalahan Palestina karena kami menyusahkan mereka. Kita terjebak di antara ‘batu dan palu’,” pungkas Shtayyeh.

Diartikel ini disebutkan bahwa Israel berencana membentuk otoritas transisi di Jalur Gaza untuk mengakhiri perang. Namun, Perdana Menteri Otoritas Palestina menolak rencana ini karena menurutnya Palestina tidak akan memerintah Gaza tanpa adanya perjanjian komprehensif yang juga mencakup Tepi Barat sebagai negara Palestina. Dia juga menyebut perlunya solusi politik dan kembalinya proses perdamaian untuk menciptakan dua negara berdaulat. PA juga berencana mengadakan pertemuan darurat dengan negara-negara Arab untuk memulihkan persatuan dalam pembentukan negara Palestina yang fungsional. Selain itu, dalam artikel ini juga disebutkan bahwa negara-negara Arab semakin sadar bahwa solusi politik untuk Palestina harus dicapai untuk mencapai perdamaian di kawasan ini.