Tim ekonomi pasangan calon presiden dan wakil presiden Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar mengungkapkan, arah pembangunan ekonomi yang dipilih untuk Indonesia pada 5 tahun mendatang tak akan menyerupai Amerika Serikat, China, dan India.
Juru bicara dan tim ahli ekonomi Anies Baswedan, Thomas Lembong mengatakan, ini yang menyebabkan kedua pasangan calon itu tak mematok pertumbuhan ekonomi yang tinggi melainkan realistis, yakni hanya 5,5%-6,5%, tidak seperti Ganjar Pranowo-Gibran Rakabuming Raka di level 7%.
Menurut Lembong, pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu bukan menjadi solusi untuk menciptakan kemakmuran yang merata dan adil bagi masyarakat Indonesia, lantaran dengan metode pembangunan ekonomi yang mengandalkan pertumbuhan cepat, seperti China dan India, tidak membuat negara itu makmur secara merata dengan ekonomi yang stabil.
Ditunjukkan dengan masih tingginya ketimpangan yang besar di negara-negara itu, termasuk negara maju seperti Amerika Serikat. India dan China saja dengan kinerja pertumbuhan ekonomi yang tinggi, menurut Lembong tidak membuat perekonomian negara itu adil dan merata dari sisi kemakmurannya, karena orang kaya makin kaya dan si miskin makin miskin.
“India sudah sangat canggih punya program luar angkasa, mereka sudah bisa mendaratkan kendaraan di bulan tapi kemiskinan masih sangat tinggi,” kata Lembong dalam program Your Money Your Vote CNBC Indonesia, Jakarta, dikutip Kamis (2/11/2023).
“Jadi sejauh yang saya lihat Pak Anies-Muhaimin ini benar-benar mau rakyat kita ini makmur, tidak harus meroket ke luar angkasa, maju secara spektakuler, sementara rakyatnya masih banyak mengalami kemiskinan,” tegasnya.
Berdasarkan data indeks gini Bank Dunia atau World Bank per 2021, angka untuk India memang masih tinggi di level 34,2. Sedangkan China mencapai 37,1 pada 2020, Amerika Serikat mencapai 39,8 pada 2021, dan Indonesia sendiri di level 37,9 pada 2021. Indeks Gini sebesar 0 menunjukkan kesetaraan yang sempurna, sementara indeks 100 menunjukkan ketidaksetaraan yang sempurna.
Arah pembangunan ekonomi China menurutnya juga sebetulnya tengah mengalami permasalahan serupa Indonesia selama 10 tahun terakhir. Karena pembangunannya mengandalkan utang, khususnya dari BUMN untuk mengejar pembangunan dan pertumbuhan tinggi, kini akhirnya pertumbuhan ekonominya mulai melemah.
Dana Moneter Internasional (IMF) pun kini telah memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi China pada 2023 menjadi 5,0% dari 5,2% dan perkiraan pada 2024 menjadi 4,2% dari 4,5%. Pada 2022 pun perekonomian China hanya bertumbuh sebesar 3,0%, jauh di bawah target resmi pemerintahnya sebesar 5,5%.
“Terbukti Tiongkok mengalami gejala yang sama, mereka juga mengandalkan BUMN mereka untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, itu berhasil hanya untuk beberapa tahun sebelum akhirnya pertumbuhan menjadi lemah, karena BUMN itu sudah pasti tidak seefisien swasta,” ungkap Lembong.
Oleh sebab itu, Lembong mengatakan, Anies-Muhaimin ketika berhasil menjadi pemimpin Indonesia 5 tahun mendatang akan fokus pada penciptaan pembangunan ekonomi yang makmur dan berkeadilan. Tingkat ketimpangan pengeluaran (indeks Gini) akan diturunkan dari 0,388 pada 2023, menjadi 0,36-0,37 pada 2029.
Cara mencapai target itu menurutnya ialah dengan mengarahkan pembangunan melalui maksimalisasi kinerja pembangunan di sektor swasta ketimbang BUMN. Arah pembangunan pun tak lagi mengandalkan APBN ditandai dengan tingkat rasio utang terhadap PDB yang mereka patok di level 30% pada 2029 dari yang saat ini di level 38,1% dari PDB 2023.
“Jadi kemakmuran penting banget, belum tentu negaranya maju rakyatnya makmur, itu sangat tergantung kepada pendistribusian struktur pada kesejahteraan tersebut,”kata Lembong yang pernah menjadi Menteri Perdagangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo.