Pembayaran Bunga Melebihi Anggaran Pendidikan

by -69 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Krisis utang sedang melanda dunia, termasuk negara-negara ekonomi berkembang atau pasar emerging markets. Bahkan, perhatian khusus terhadap masalah ini telah disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam Pertemuan Vatikan yang diadakan tahun ini dan dihadiri oleh para ekonom dan pemimpin bank dunia.

Dalam pertemuan yang berjudul ‘Debt Crisis in the Global South’ pada 5 Juni lalu, Paus Fransiskus menyampaikan kepada para bankir dan ekonom bahwa negara-negara termiskin di dunia terbebani oleh utang yang tidak dapat dikelola, sementara negara-negara kaya perlu berbuat lebih banyak untuk membantu.

Negara-negara berkembang saat ini menghadapi tekanan utang publik sebesar US$ 29 triliun. Lima belas negara dalam kategori tersebut menghabiskan lebih banyak uang untuk pembayaran bunga daripada untuk pendidikan, menurut laporan terbaru dari Konferensi Perdagangan dan Pembangunan PBB. Sebanyak 46 negara bahkan menghabiskan lebih banyak untuk pembayaran utang daripada untuk anggaran belanja layanan kesehatan.

Krisis utang yang terjadi saat ini merupakan masalah yang berulang dalam perekonomian global modern. Utang pemerintah secara keseluruhan di seluruh dunia telah meningkat empat kali lipat dibandingkan tahun 2000.

Berbagai faktor seperti belanja pemerintah yang berlebihan, kesalahan dalam pengelolaan keuangan, dan masalah global yang sulit dikendalikan oleh sebagian besar negara telah menyebabkan permasalahan utang semakin parah.

Krisis Pandemi Covid-19 yang menghentikan roda bisnis, menurunkan pendapatan pekerja, meningkatkan biaya layanan kesehatan dan bantuan sosial, konflik kekerasan di beberapa negara, kenaikan harga energi dan pangan, serta kebijakan peningkatan suku bunga oleh bank sentral untuk mengatasi inflasi, semuanya berkontribusi pada kondisi krisis utang saat ini.

Paus Fransiskus menyuarakan perlunya transformasi sistem keuangan global dan program penghapusan utang. Dia mengungkapkan keinginannya untuk menciptakan arsitektur keuangan internasional baru yang berani dan kreatif.

Para ekonom dan pembuat kebijakan juga menyatakan bahwa mekanisme dan lembaga seperti Dana Moneter Internasional (IMF) yang sudah ada sejak 80 tahun lalu sudah tidak mampu lagi menangani krisis utang saat ini.

Ketegangan antara China dan Amerika Serikat juga menjadikan penyelesaian krisis utang semakin sulit. Tidak ada lembaga internasional yang memiliki kewenangan atas semua pemberi pinjaman, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menyelesaikan perselisihan.

Martin Guzmán, mantan menteri keuangan Argentina, turut ambil bagian dalam pertemuan Vatikan dan memperingatkan tentang kontraproduktifnya bantuan dari IMF yang justru menambah beban utang negara. Biaya tambahan yang dibebankan kepada negara debitur beresiko tinggi juga menyulitkan negara-negara yang tengah mengalami kesulitan keuangan.

Saat ini, prospek negara-negara yang terjerat utang sangat suram karena lambatnya pertumbuhan ekonomi mereka. Negara-negara berkembang kesulitan untuk membiayai pendidikan, infrastruktur, teknologi, dan layanan kesehatan. Sekitar 60 persen negara berpendapatan rendah berada dalam risiko tinggi mengalami kesulitan utang menurut IMF.

Joseph Stiglitz, mantan kepala ekonom Bank Dunia, mengatakan bahwa program pengampunan utang pada tahun 2000 seharusnya dapat memecahkan masalah utang di masa depan, namun pada kenyataannya masalah utang semakin parah pada saat ini.

Demikianlah situasi mengenai krisis utang yang sedang melanda dunia saat ini dan upaya-upaya yang dilakukan untuk menanggulanginya.