Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyatakan bahwa Israel sedang mempersiapkan invasi darat ke Gaza, sementara penembakan Israel telah menewaskan lebih banyak warga sipil Palestina dan tekanan internasional meningkat untuk memberikan bantuan dan melindungi sandera yang ditahan oleh Hamas.
Netanyahu mengatakan keputusan mengenai kapan pasukan akan masuk ke Gaza akan diambil oleh kabinet perang khusus pemerintah, namun ia menolak memberikan rincian mengenai waktu atau informasi lain mengenai operasi tersebut.
“Kami telah membunuh ribuan teroris dan ini hanyalah permulaan,” kata Netanyahu dalam pernyataan yang disiarkan televisi dan dikutip Reuters, Kamis (26/10/2023).
“Pada saat yang sama, kami sedang mempersiapkan invasi darat. Saya tidak akan menjelaskan kapan, bagaimana, dan berapa banyak. Saya juga tidak akan menjelaskan berbagai perhitungan yang kami lakukan, yang sebagian besar tidak diketahui oleh masyarakat dan memang begitulah seharusnya.”
Tank dan pasukan Israel berkumpul di perbatasan dengan Gaza menunggu perintah. Israel telah memanggil sekitar 360.000 tentara cadangan.
Adapun tekanan internasional semakin meningkat untuk menunda invasi apapun ke Gaza, salah satunya karena adanya sandera. Lebih dari setengah dari sekitar 220 sandera yang ditahan oleh Hamas memiliki paspor asing dari 25 negara berbeda.
The Wall Street Journal, yang mengutip para pejabat Amerika dan Israel, melaporkan bahwa Israel telah setuju untuk menunda invasi ke Gaza untuk saat ini sehingga Amerika Serikat dapat mengerahkan pertahanan rudal ke wilayah tersebut untuk melindungi pasukan Amerika di sana, yang mencerminkan kekhawatirannya terhadap perang Gaza yang meluas ke seluruh wilayah tersebut.
Para pejabat AS sejauh ini telah membujuk Israel untuk menunda serangan tersebut sampai sistem pertahanan udara AS dapat ditempatkan di wilayah tersebut, paling cepat pada minggu ini.
Ketika ditanya tentang laporan tersebut, para pejabat AS mengatakan kepada Reuters bahwa Washington telah menyampaikan kekhawatirannya kepada Israel bahwa Iran dan kelompok-kelompok Islam yang didukung Iran dapat meningkatkan konflik dengan menyerang pasukan AS di Timur Tengah. Serangan Israel ke Gaza bisa menjadi pemicu proksi Iran, kata mereka.
Biden Buka Suara
Presiden AS Joe Biden, dalam sambutannya yang membahas lebih dari sekadar perang yang terjadi setelah serangan terhadap Israel oleh militan Hamas Palestina pada 7 Oktober, mengatakan masa depan harus mencakup solusi dua negara untuk Israel dan Palestina.
Israel harus berintegrasi dengan negara-negara tetangga Arabnya, katanya.
“Israel dan Palestina sama-sama berhak hidup berdampingan dengan aman, bermartabat, dan damai,” kata Biden pada konferensi pers bersama di Washington dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese yang sedang berkunjung.
Biden mengatakan dia yakin salah satu alasan militan Hamas menyerang Israel selatan, yang menewaskan 1.400 orang dan menyandera lebih dari 200 orang dari berbagai negara, adalah untuk mencegah normalisasi hubungan antara Israel dan Arab Saudi.
Adapun serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 6.500 orang, kata kementerian kesehatan di wilayah yang dikuasai Hamas pada hari Rabu.
Biden mengatakan dia tidak menyangka bahwa orang-orang Palestina mengatakan yang sebenarnya tentang berapa banyak orang yang terbunuh. “Saya yakin orang-orang tak berdosa telah terbunuh, dan itu adalah harga dari perang.”
Sementara itu, di PBB, Rusia dan China memveto resolusi Dewan Keamanan yang disusun oleh AS yang menyerukan penghentian permusuhan agar makanan, air, dan obat-obatan yang sangat dibutuhkan dapat dikirimkan kepada warga sipil Palestina. Uni Emirat Arab juga memberikan suara tidak, sementara 10 anggota memilih mendukung dan dua abstain.
Rusia mengajukan proposal tandingannya yang menganjurkan gencatan senjata yang lebih luas, namun gagal memperoleh jumlah suara minimum. Israel menolak keduanya, dengan alasan bahwa Hamas hanya akan mengambil keuntungan dan menciptakan ancaman baru terhadap warga sipil Gaza.
Pengiriman terbatas makanan, obat-obatan dan air dari Mesir dimulai kembali pada Sabtu melalui Rafah, satu-satunya penyeberangan yang tidak dikendalikan oleh Israel.
Timur Tengah Memanas
Ketika Israel meningkatkan pengeboman di Gaza selatan, kekerasan berkobar di tempat lain di Timur Tengah dan pertikaian muncul di PBB mengenai bantuan kepada warga sipil Palestina, di mana ratusan ribu di antaranya melarikan diri dari utara ke selatan di jalur pantai kecil tersebut.
Israel telah memperingatkan mereka bahwa mereka akan membombardir wilayah utara untuk memusnahkan militan Hamas.
Di antara korban yang jatuh pada Rabu, seorang pengungsi tewas dan 44 lainnya terluka dalam serangan udara di dekat sekolah Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB (UNRWA) di kota selatan Rafah. Sekolah itu menampung 4.600 orang dan mengalami kerusakan parah.
Perang Israel-Hamas pun telah memicu peningkatan konflik di luar Gaza.
Pesawat-pesawat tempur Israel menyerang infrastruktur tentara Suriah sebagai respons terhadap roket yang ditembakkan dari Suriah, sekutu Iran.
Media pemerintah Suriah mengatakan Israel telah membunuh delapan tentara dan melukai tujuh lainnya di dekat kota Deraa di barat daya, dan menyerang bandara Aleppo di barat laut, sudah tidak dapat digunakan lagi.
Israel tidak menuduh tentara Suriah meluncurkan roket namun curiga terhadap Iran, musuh bebuyutannya yang memiliki kehadiran militer dan keamanan yang signifikan di Suriah.
Iran telah mengupayakan kekuasaan regional selama beberapa dekade dan mendukung kelompok bersenjata di Suriah, Lebanon, dan negara lain serta Hamas. Mereka menuntut Israel menghentikan serangannya di Gaza.
Israel mengatakan pasukannya juga menyerang lima regu di Lebanon selatan untuk mempersiapkan serangan. Kelompok Hizbullah Lebanon yang didukung Iran mengatakan 42 pejuangnya tewas sejak bentrokan perbatasan dengan Israel berlanjut setelah perang Gaza meletus.