Ngertakeun Bumi Lamba 2025 di Gunung Tangkuban Parahu: Merawat Tradisi, Merawat Bumi

by -133 Views
Ngertakeun Bumi Lamba 2025 di Gunung Tangkuban Parahu sebagai pengingat sejarah merawat bumi

Jejak Sejarah di Lereng Gunung

Lereng Gunung Tangkuban Parahu menjadi saksi hidup sebuah tradisi panjang bernama Ngertakeun Bumi Lamba. Sabtu pagi, 22 Juni 2025, ribuan orang dari berbagai suku berkumpul di bawah kabut yang menggantung. Mereka datang membawa doa, mengenakan pakaian adat mereka: Sunda, Bali, Dayak, Minahasa.

Upacara ini bukanlah sekadar seremoni, tetapi bagian dari sejarah panjang kearifan lokal masyarakat Sunda.

Dari Zaman Kerajaan Hingga Kini

Kata ngertakeun dalam bahasa Sunda berarti memuliakan dan merawat, sementara bumi lamba berarti bumi yang luas. Ritual ini diyakini berasal dari zaman kerajaan Sunda kuno. Pada 1964, seorang tokoh budaya, R.M.H. Eyang Kanduruan Kartawinata, menghidupkannya kembali sebagai pengingat bahwa bumi bukan hanya sumber daya, melainkan juga warisan yang harus dijaga.

Setiap tahun, ribuan orang datang ke gunung untuk memperbarui janji mereka pada bumi.

Suara-suara yang Mendidik

Suara karinding, angklung, genta Bali, dan tabuhan Minahasa membuka prosesi. Harmoni itu bukan hanya musik; ia adalah pelajaran tentang keselarasan.

Tokoh-tokoh yang hadir menyampaikan pesan yang mendidik dan menyentuh hati:

  • Bapak Wiratno: “Kita hanya peminjam bumi. Pulangkan dengan baik.”
  • Andy Utama: “Jangan hitung-hitungan dengan semesta. Ketika semesta menghitung, kita tak mampu membayar.”
  • Mayjen Rido: menyebut ritual ini sebagai “pengadilan batin”.
  • Panglima Dayak: “Alam tak butuh manusia. Manusia yang butuh alam.”
  • Panglima Minahasa: “Gunung adalah penjaga masa depan. Di sini Bhineka Tunggal Ika nyata. Pancasila hidup. Merdeka!”

Dari Ucapan ke Tindakan

Lebih dari sekadar janji, komunitas Arista Montana bersama Yayasan Paseban sudah menanam lebih dari 15.000 pohon di Megamendung, Gunung Gede-Pangrango, hingga Tangkuban Parahu. Aksi nyata mereka mengajarkan bahwa merawat bumi tak cukup hanya dengan doa.

Baca juga: Andy Utama dan Cinta Bumi dalam Aksi Nyata

Akhir yang Mengikat Janji

Menjelang akhir, pekikan “Taariu! Taariu! Taariu!” menggema di bawah kabut, dipimpin Panglima Dayak. Suara itu adalah ikrar untuk menjaga bumi dan menghormati para leluhur.

Saat semua pulang, mereka membawa pelajaran: bumi hanya bisa dijaga oleh mereka yang mengerti sejarah dan mau melanjutkan warisan itu.

Sumber: Ngertakeun Bumi Lamba: Upacara Adat Nusantara Untuk Cinta Kasih Semesta Dan Pelestarian Alam