Harga Bitcoin (BTC) terus bergerak naik ke kisaran USD 85.000 pada awal pekan ini, seiring dengan perkembangan keputusan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Pemerintahan Trump mengumumkan pengecualian tarif impor sebesar 145% untuk produk asal China, seperti barang elektronik. Hal ini memberi angin segar bagi perusahaan teknologi AS, termasuk Apple, yang sebagian besar produksinya berbasis di China, serta turut mempengaruhi pergerakan aset kripto.
Meskipun awalnya terlihat positif, keesokan harinya Trump menyatakan bahwa tarif tetap akan diberlakukan, meskipun dengan kemungkinan persyaratan yang lebih rendah dan spesial. Hal ini tentunya menimbulkan ketidakpastian di pasar, terutama dengan rencana pemerintah AS untuk menetapkan kebijakan tarif baru yang lebih spesifik, terutama untuk industri semikonduktor.
Menurut Financial Expert Ajaib, Panji Yudha, pemulihan harga Bitcoin tidak hanya dipengaruhi oleh kebijakan tarif saja, tetapi juga merupakan hasil dari daya tahan pasar kripto yang mulai terbentuk di tengah ketidakpastian global. Di sisi makroekonomi, data inflasi AS menunjukkan kejutan positif dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang hanya naik 2,4% YoY pada bulan Maret, di bawah ekspektasi sebelumnya. Namun, penurunan inflasi ini bahkan bisa menjadi jeda sementara saja, mengingat adanya risiko lanjutan dari kebijakan tarif dan sikap The Fed yang masih hawkish, yang dapat menjadi sumber tekanan bagi pasar.
Risalah pertemuan The Fed pada bulan Maret juga mencerminkan kekhawatiran terhadap potensi kenaikan inflasi di masa depan akibat peningkatan biaya impor yang bisa dipicu oleh kebijakan tarif Trump. Keseluruhan, ketidakpastian terkait perang tarif ini tetap menjadi bayangan bagi harga kripto dan pasar finansial global pada umumnya.