China dan Rusia telah mulai melibatkan Bitcoin dan aset digital lainnya dalam transaksi energi, dalam upaya untuk mengurangi ketergantungan pada Dolar Amerika Serikat (AS). Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi dedolarisasi yang dilakukan oleh kedua negara ini, yang bukan satu-satunya yang sedang berusaha mengurangi penggunaan Dolar AS sebagai alat pembayaran. Selain China dan Rusia, Bolivia juga telah mengumumkan rencana untuk menggunakan kripto dalam mengimpor listrik, sementara perusahaan listrik Prancis EDF sedang mengeksplorasi kemungkinan penambangan Bitcoin karena kelebihan pasokan listrik.
Para ahli percaya bahwa perkembangan ini menandai tahap awal evolusi Bitcoin dari aset spekulatif menjadi alat moneter yang fungsional. Hal ini terutama penting bagi ekonomi yang ingin menghindari ketergantungan pada Dolar AS dan mengurangi risiko terhadap sistem keuangan yang dipimpin AS. Investor disarankan untuk tetap memantau kebijakan Bank Sentral AS (Federal Reserve), karena pergeseran ke arah yang lebih moderat dalam suku bunga dan meningkatnya likuiditas di pasar dapat memberikan dampak positif pada nilai Bitcoin.
Selain itu, para ahli juga menyoroti pentingnya Indeks Dolar AS sebagai sinyal utama dalam melihat pergerakan mata uang. Pelemahan yang berkelanjutan dari Dolar AS dapat memperkuat narasi Bitcoin sebagai lindung nilai, terutama dalam kondisi fragmentasi geopolitik yang terjadi di dunia saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa Bitcoin tidak hanya sekadar sebagai aset investasi spekulatif, namun juga sebagai alat pembayaran dan lindung nilai yang semakin diperhitungkan dalam perdagangan energi global.