PT Indonesia Asahan Aluminium (INALUM) berpartisipasi dalam ajang internasional Fastmarkets Bauxite & Alumina Conference di Miami, Amerika Serikat. Dalam forum ini, INALUM memaparkan strategi besar transformasi industri aluminium nasional dengan tujuan memperkuat posisi di rantai pasok global dan menjadi pemain aluminium terintegrasi global. Melalui program Asta Cita, INALUM menjadikan pendekatan hilirisasi total dari tambang hingga produk akhir sebagai strategi utamanya.
Dengan dukungan keberhasilan industri nikel nasional, INALUM mempercepat pengembangan ekosistem aluminium dengan peningkatan kapasitas produksi alumina, aluminium primer, dan aluminium sekunder. Dalam jangka lima tahun mendatang, target produksi INALUM adalah 2.000 kilo ton per annum (ktpa) alumina, 900 ktpa aluminium primer, dan 150 ktpa aluminium sekunder. Direktur Utama INALUM, Ilhamsyah Mahendra, menyatakan bahwa transformasi ini adalah komitmen perusahaan untuk menjadi ramah lingkungan dan berkontribusi pada keberlanjutan industri logam ringan serta ekonomi nasional.
INALUM juga didukung oleh proyek strategis seperti pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah, Kalimantan Barat, yang diharapkan dapat memulai produksi penuhnya pada Juli 2025. Selain itu, pengembangan smelter baru dan optimalisasi smelter Kuala Tanjung juga akan memperkuat posisi INALUM sebagai pusat hilirisasi aluminium nasional. Strategi INALUM untuk meningkatkan produksi aluminium dipengaruhi oleh pengalaman industri nikel, mengajarkan pentingnya perencanaan energi bersih, diversifikasi pasar, dan kebijakan terarah.
Dengan visi menjadi perusahaan aluminium terdepan berbasis keberlanjutan, INALUM berusaha untuk mendorong ekonomi hijau, menciptakan lapangan kerja berbasis teknologi, dan memperkuat daya saing industri logam nasional. Fokusnya adalah membangun rantai pasok aluminium yang tangguh, berorientasi pada ESG, dan siap menghadapi tantangan geopolitik serta kebutuhan transisi energi global. Indonesia dan INALUM dilihat sebagai aktor strategis untuk mengisi defisit aluminium global yang diperkirakan akan terjadi hingga tahun 2029. Implementasi strategi ini diharapkan dapat mendukung visi Indonesia Emas 2045.