Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku: Catatan Kepemimpinan Militer dari Pengalaman Bab I]
Selain menjadi atlet anggar, Pak Tono juga merupakan penembak handal. Dia juga sangat baik dalam renang. Biasanya, seseorang yang mahir dalam freefall tidak bisa menyelam, atau seorang penyelam tidak bagus dalam freefall. Namun, Pak Tono sangat unggul dalam keduanya, freefall dan menyelam. Dia adalah anggota Pasukan Katak. Dia juga sangat ahli dalam karate. Saya sering mengatakan bahwa dia adalah seorang Perwira TNI yang memberikan contoh yang baik dan seharusnya menjadi panutan bagi para bawahannya dan generasi mendatang.
Ketika saya diangkat sebagai Menteri Pertahanan, saya sedang mencari orang yang cocok untuk menjadi kepala Sekolah Tinggi Taruna Nusantara. Saya bertanya, ‘Pak Tono Suratman, apakah Anda bersedia menjadi Kepala Sekolah Taruna Nusantara?’
‘Saya bersedia.’ Bayangkan patriotisme orang ini. Dia pernah menjadi asisten keamanan Kepala Staf Angkatan Darat. Dia pernah menjadi Pangdam Kalimantan. Sekarang dia sudah pensiun, namun mau menjadi kepala Sekolah Tinggi Taruna Nusantara.
Tono Suratman adalah adik junior saya selama satu tahun. Kami sudah bersama untuk beberapa waktu. Meskipun ada perbedaan usia, kami sangat akrab. Bagi saya, dia seperti adik sendiri. Ketika kami masih bujangan, dia sering tinggal di rumah orang tua saya di Kebayoran Baru, di Jalan Kertanegara nomor 4.
Saat saya menjadi Komandan Kompi (DANKI), dia adalah Komandan Peleton (DANTON) 1. Kami berdua dikerahkan ke Timor Timur. Dia bergabung dengan Nanggala 28. Kode panggilan saya adalah Kancil; dia, di sisi lain, adalah Kancil Satu. Di sana, saya melihat bagaimana dia unggul sebagai perwira lapangan.
Sejak Pak Tono berstatus kadet, ia sangat aktif dalam olahraga. Dia pernah menjadi anggota tim anggar nasional. Dia juga anggota tim renang AKMIL; dan penembak handal juga.
Dia menjadi perwira muda yang menonjol di KOPASSUS. Saat saya menjadi Wakil Komandan Detasemen 81, saya menyarankan kepada Pak Luhut sebagai atasanku untuk menunjuk Pak Tono sebagai Komandan Pasukan Katak unit kontra-teror. Sejak itu, saya sering pergi ke medan pertempuran bersama Pak Tono.
Dalam perjalanan karirnya, akhirnya dia menjadi Komandan Grup Para-Komando KOPASSUS 1. Dia juga menggantikan posisi saya sebagai Komandan Pusat Pendidikan dan Latihan KOPASSUS (PUSDIKPASSUS). Dia juga memimpin pasukan Rajawali, yang terdiri dari perusahaan terbaik dari semua KODAM. Perusahaan-perusahaan ini dilatih khusus dalam taktik anti-pemberontak, yang kami sebut pasukan pemburu. Setelah pelatihan, pasukan Rajawali dikerahkan ke Timor Timur. Pasukan ini sangat efektif dalam pertempuran. Mereka merupakan cikal bakal Batalyon Raider yang dibentuk oleh Jenderal Ryamizard Ryacudu sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Selain menjadi atlet anggar, Pak Tono juga merupakan penembak handal. Dia sangat mahir dalam menembak pistol, senapan serbu, dll. Dia juga seorang perenang yang sangat baik, tak heran, karena dia pernah memimpin Komando Katak Detasemen 81. Dia berlatih dengan Komando Katak elit Angkatan Laut (KOPASKA). Selain itu, dia juga seorang penyelam tempur dan penerjun payung freefall yang luar biasa.
Biasanya, seseorang yang sangat baik dalam freefall tidak bisa menyelam, dan sebaliknya. Namun, Pak Tono unggul dalam keduanya. Dia juga sangat ahli dalam karate. Dia adalah sosok yang kompleks. Saya sering mengatakan bahwa dia adalah contoh yang baik dan diidolakan oleh para perwira dan generasi muda.
Ketika saya diangkat sebagai Menteri Pertahanan, saya bertekad untuk memperbaiki Sekolah Tinggi Taruna Nusantara, yang didirikan di bawah naungan Kementerian Pertahanan. Sekolah Tinggi Taruna Nusantara didirikan oleh Pak Benny Moerdani. Saat saya masih perwira muda, saya terlibat dalam merancang konsep awal sekolah tersebut dan mengajukannya kepada Pak Benny Moerdani.
Ketika saya diangkat sebagai Menteri Pertahanan, saya mencari orang yang cocok untuk menjadi kepala sekolah, jadi saya menanyakan kepada Pak Tono. ‘Pak Tono, apakah Anda bersedia menjadi Kepala Sekolah Taruna Nusantara?’
‘Siap. Saya bersedia!’ jawab Pak Tono tanpa ragu.
Bayangkan patriotisme orang ini. Dia pernah menjadi asisten keamanan Kepala Staf Angkatan Darat. Dia pernah menjadi Panglima Komando Daerah Militer di Kalimantan. Dia sudah pensiun, namun bersedia menjadi kepala Sekolah Tinggi Taruna Nusantara. Dia menganggap sekolah tersebut sebagai ‘rebusan’ untuk mendidik dan melatih para siswa yang luar biasa agar nantinya menjadi pemimpin yang unggul, penting bagi masa depan bangsa dan negara. Pak Tono adalah adik junior saya yang kepemimpinannya harus diajarkan dan diwariskan kepada generasi mendatang.
Menurut pendapat saya, seharusnya dia menjadi komandan Pasukan Khusus Indonesia karena dia adalah perwira komando yang lebih baik dari saya, bahkan mungkin menjadi Panglima KOSTRAD.