LEADERSHIP QUALITIES OF MY SENIORS (PART 2)

by -72 Views

LIEUTENANT GENERAL TNI (PURN.) HIMAWAN SOETANTO

Salah satu nilai yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa seorang komandan harus dekat dengan anak buahnya. Seorang komandan harus berada di tengah-tengah anak buahnya mulai dari mereka bangun pagi sampai tidur. Seorang komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi hingga kualitas pakaian dalam mereka. Berkat Pak Himawan Soetanto, saya telah mengembangkan kebiasaan memeriksa detail dapur dan peralatan anak buah saya. Suatu kali, saya menemukan bahwa pakaian dalam putih para tentara berubah menjadi coklat. Saya juga mengetahui bahwa dapur adalah sumber praktek korupsi terbanyak. Bayangkan saja, satu kilogram daging dihitung untuk 16 orang. Di TNI, ini dikenal sebagai ‘daging cukuran‘ karena dagingnya sehalus pisau cukur. Sungguh tragis. Itu semua adalah beberapa hal yang saya pelajari dari kepemimpinan praktis Pak Himawan Soetanto.

Pertama kali saya mengenal Pak Himawan Soetanto adalah saat saya bergabung dengan AKABRI pada tahun 1970. Pada saat itu, beliau menjabat sebagai Wakil Gubernur AKABRI yang bertanggung jawab atas pendidikan dan pelatihan. Beliau sangat terpelajar. Beliau fasih berbahasa Inggris dan Belanda. Beliau bahkan bisa sedikit berbahasa Jepang, yang beliau pelajari selama pendudukan Jepang di Indonesia. Beliau juga gemar membaca buku sejarah. Sekali lagi, tokoh-tokoh besar yang saya kenal adalah pembaca buku yang gemar. ‘Pemimpin yang baik harus rajin membaca,’ seperti pepatah terkenal yang mengatakan. Tempat tinggalnya dipenuhi buku-buku. Setiap kali saya bertemu dengannya, beliau selalu mendiskusikan buku dengan saya. Beliau terkadang bertanya apakah saya sudah membaca buku-buku karya B. H. Liddell Hart, sejarawan strategi militer asal Inggris, atau Sun Tzu, seorang ahli strategi militer Tiongkok, dan buku lainnya. Hal lain yang membuat saya terkesan adalah penampilannya yang rapi. Wajahnya selalu penuh senyuman. Beliau selalu berhumor, tenang namun percaya diri, dan dekat dengan anak buahnya. Beliau memiliki pengalaman bertempur yang panjang, dan itu terlihat dalam sikapnya. Hal ini berbeda dengan beberapa orang yang tidak memiliki banyak pengalaman bertempur. Mereka cenderung dingin dan menjaga jarak dengan anak buahnya. Mereka selalu ingin patuh pada aturan. Istilah kami di TNI untuk tipe tokoh seperti ini adalah Berpudak atau perwira yang sering berpatokan pada Pudak. Pudak adalah singkatan dari Peraturan Pembinaan. Sementara itu, pemimpin TNI yang terbiasa berada di tengah anak buahnya di lapangan biasanya lebih santai dan fleksibel. Pudak disesuaikan dengan kondisi di lapangan. Selain itu, saya ingat ada artikel dalam Pudak yang menyatakan bahwa komandan satuan dapat menyusun kembali Pudak sesuai dengan kondisi masing-masing satuan. Ini berarti seorang komandan memiliki wewenang besar untuk menyesuaikan regulasi berdasarkan kebutuhan dan situasi. Oleh karena itu, salah satu nilai yang saya dapatkan dari Pak Himawan Soetanto adalah bahwa komandan harus dekat dengan anak buahnya. Komandan harus bersama mereka dari matahari terbit hingga terbenam. Komandan harus memeriksa kondisi anak buahnya, mulai dari dapur, kamar mandi, semua jalan hingga pakaian dalam mereka. Belajar dari Pak Himawan Soetanto, saya memiliki kebiasaan memeriksa detail dapur dan peralatan. Suatu saat, saya pernah menemukan bahwa pakaian dalam tentara saya berwarna coklat, bukan lagi putih. Saya juga mengetahui bahwa dapur menjadi sumber praktek korupsi yang banyak. Satu kilogram daging akan dibagi antara 16 orang! Ini menjadi terkenal di TNI sebagai ‘daging cukuran’, daging sehalus pisau cukur. Tragis. Itulah beberapa hal kepemimpinan praktis yang saya pelajari dari Pak Himawan Soetanto. Letnan Jenderal Himawan Soetanto memiliki karier gemilang. Beliau menjadi inspirasi bagi banyak orang di militer. Saya sangat dekat dengannya. Saya tetap dekat dengannya bahkan setelah pensiun. Beliau adalah salah satu ment…

(continue to next comment)

Source link