FISIP UI Mengadakan Seminar untuk Menanggapi Penggunaan Spyware
REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK—-Departemen Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (DHI FISIP UI) menyelenggarakan seminar dengan tema “Mencari Titik Tengah Demokrasi: Antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil”.
Seminar yang berlangsung di Auditorium Ilmu Komunikasi FISIP UI ini menghadirkan beberapa pembicara terkemuka yang ahli di bidangnya. Diharapkan seminar ini dapat memberikan pandangan mendalam tentang topik yang dibahas. Seminar ini dimoderatori oleh Broto Wardoyo, dosen di Departemen Hubungan Internasional FISIP UI dan berjalan dengan tertib dan insightful.
Menurut Broto, penyelenggaraan seminar ini dilakukan sebagai respon terhadap laporan Amnesty International mengenai penggunaan spyware. Laporan tersebut mengungkapkan tentang pembelian dan penggunaan alat sadap (spyware) oleh pemerintah Indonesia. Penting untuk memahami isu spyware dari berbagai perspektif dan bidang yang berbeda agar pemahaman yang seimbang dapat diperoleh.
Broto menyatakan bahwa isu ini penting untuk diperhatikan dan diatur dengan lebih jelas dan lugas. Ketika negara mulai menerapkan sistem keamanan yang ketat, termasuk mengontrol, memantau, dan membatasi setiap kegiatan masyarakat di dunia digital, seringkali hak-hak sipil menjadi terancam.
“Salah satu contoh ketidakseimbangan antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil yang sering terjadi saat ini adalah keterbatasan kebebasan berpendapat di dunia digital,” ungkap Broto dalam keterangannya.
Seringkali, lanjutnya, Undang-Undang ITE disalahgunakan untuk menindak masyarakat sipil yang mengkritik hal-hal yang dianggap kontroversial. Regulasi yang seharusnya menjaga keamanan di dunia digital, malah seringkali menjerat jurnalis, aktivis, dan warga biasa karena konten di media sosial yang dianggap mengganggu atau melecehkan pihak tertentu.
Oleh karena itu, kata Broto, untuk mencegah penyalahgunaan regulasi, pengambilan keputusan, dan kekuasaan, keseimbangan antara keamanan nasional dan penghormatan terhadap hak-hak sipil harus diatur dengan regulasi yang lebih kuat dan jelas. Dengan regulasi yang kuat, kesadaran institusi, dan partisipasi aktif masyarakat sipil, keseimbangan tersebut dapat terwujud.
Seminar ini dihadiri oleh sejumlah pakar seperti Sulistyo, Deputi Bidang Keamanan Siber dan Sandi Pemerintahan dan Pembangunan Manusia BSSN RI Brigjen Pol I Made Astawa, Wakil Kepala Densus 88 AT Polri Herik Kurniawan, Pemimpin Redaksi GTV dan Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI).
Mabda Haerunnisa Fajrilla Sidiq, peneliti di The Habibie Center, A J Simon Runturambi Ketua Program Studi Kajian Ketahanan Nasional SKSG UI, serta Ali Abdullah Wibisono, dosen Keamanan Internasional, Program Studi Ilmu Hubungan Internasional FISIP UI. Masing-masing pakar menjelaskan pentingnya isu keamanan nasional dan kebebasan sipil dari berbagai sudut pandang, pengalaman, dan bidang profesional yang mereka geluti.
Sementara itu, Brigjen Pol I Made Astawa menjelaskan bahwa penyadapan dilakukan dengan proses perizinan yang ketat, mematuhi etika, dan peraturan yang berlaku. Namun, A J Simon Runturambi mengkritik bahwa regulasi terkait keamanan siber di Indonesia berpotensi disalahgunakan yang dapat melanggar kebebasan sipil. Oleh karena itu, regulasi yang jelas dan pengawasan yang ketat harus menjadi dasar dalam setiap operasi intelijen.
Sumber: https://rejabar.republika.co.id/berita/seeaqq512/merespon-penggunaan-spyware-fisip-ui-gelar-seminar