Jika Perang Israel-Iran Pecah, Gelombang PHK Ancam Indonesia

by -70 Views

Jakarta, CNBC Indonesia – Konflik antara Iran dan Israel yang memanas telah memicu kecemasan baru, termasuk di Indonesia. Bahkan, pemerintah dalam beberapa hari terakhir telah melakukan rapat koordinasi untuk mengukur dan menyiapkan langkah antisipasi jika tensi antara kedua negara tersebut memanas.

Pengusaha nasional juga telah menyampaikan kekhawatiran jika konflik tersebut berlanjut. Hal ini dapat menyebabkan efek domino yang berdampak pada ekonomi Indonesia, seperti melambungnya harga minyak mentah dunia, melemahnya nilai tukar rupiah, dan gangguan dalam rantai pasok. Bahkan, kemungkinan terjadi PHK massal yang akan menghantam Indonesia.

Sebagaimana dilaporkan, Israel dilaporkan telah meluncurkan rudal sebagai serangan balasan terhadap Iran pada Jumat (19/4/2024) dini hari. Meskipun, pihak Israel enggan untuk memberikan respons terhadap berita tersebut.

Peluncuran rudal tersebut terjadi setelah serangan Iran pada Sabtu lalu, yang mengirimkan lebih dari 300 drone dan rudal tanpa awak ke sasaran di Israel.

Gambaran Konflik Memanas – Perang

“Serangan Iran ke Israel beberapa hari lalu merupakan serangan terbatas, untuk membalas serangan Israel ke Kedutaan Besar Iran di Damaskus, Suriah yang menewaskan 6 orang dan 2 jenderal Iran. Tapi Israel membalas serangan Iran langsung ke beberapa kota di Iran. Tanpa dukungan AS dan Inggris, sulit bagi Israel menyerang Iran dan konsekuensi dari serangan balik Iran,” kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno kepada CNBC Indonesia, Jumat (19/4/2024).

“Jika terjadi eskalasi, kemungkinan perang akan melebar. Israel sejak lama berniat untuk menghancurkan proyek nuklir Iran. Awalnya, ilmuwan nuklir Iran dibunuh. Israel dan AS tidak menginginkan Iran memiliki senjata nuklir kedua setelah Israel,” tambahnya.

Apalagi, AS baru-baru ini mencairkan dana Iran yang dibekukan oleh AS dengan syarat agar Iran tidak melanjutkan pengayaan uranium untuk bahan bakar nuklir. Namun, Israel tetap pada tujuan semula, yaitu menghancurkan instalasi nuklir Iran.

Jika terjadi eskalasi perang antara kedua negara, Iran akan melakukan serangan balik ke Israel dan mengarahkan penghancuran pusat nuklir Israel di Dimona. Sementara itu, Iran telah membantu Rusia di perang Ukraina dengan memasok drone Shahed dan telah menyempurnakan teknologinya berkat bantuan Rusia. Israel yang memiliki keunggulan dalam jet tempur dari AS, sementara ini akan berada di posisi yang lebih baik. Namun, jika Rusia memasok Iran dengan pesawat tempur SU 35, akan terjadi duel udara antara Israel dan Iran.

Di sisi lain, Benny yakin bahwa negara-negara Arab seperti Mesir dan Arab Saudi tidak akan ikut campur dalam perang tersebut karena kedua negara telah terikat dalam perjanjian damai dengan Israel serta memiliki kerja sama di bidang ekonomi dan teknologi. Yordania juga tidak akan terlibat dalam perang tersebut, bahkan membantu Israel untuk menembak jatuh drone Iran yang melintas di negaranya.

Petaka Baru Jika Perang Pecah

Perang antara Israel dan Iran akan menyebabkan masalah ketika Selat Hormuz ditutup oleh Iran. Akibatnya, pasokan minyak dari Timur Tengah akan terganggu dan berhenti.

“Dampaknya, harga minyak akan melonjak, bisa mencapai US$100 per barel dan mendorong tingkat inflasi di seluruh dunia,” katanya.

Menurut Benny, the Fed akan menunda kenaikan suku bunga acuannya untuk mengendalikan tingkat inflasi. Keputusan bank sentral AS tersebut juga akan berdampak pada Indonesia.

Kurs rupiah yang telah melewati level Rp16.000 per dolar AS, kemungkinan akan terus melemah hingga mencapai Rp17.000 per dolar AS.

“Bank Indonesia menghadapi dilema untuk menjaga agar nilai tukar rupiah tetap stabil dengan dua kebijakan, yaitu menaikkan suku bunga acuan agar nilai tukar rupiah tetap stabil. Konsekuensinya, suku bunga di bank komersial juga akan naik, kredit akan lebih mahal, peredaran uang akan semakin berkurang, daya beli masyarakat akan semakin melemah,” ujarnya.

“Atau, Bank Indonesia akan melakukan intervensi dengan menjual dolar agar nilai tukar rupiah tetap stabil. Risikonya adalah cadangan devisa akan berkurang. Batas amannya adalah untuk enam bulan impor.”

“Apapun pilihan yang diambil oleh Bank Indonesia akan berdampak pada perekonomian nasional, termasuk tingkat inflasi, daya beli, lapangan kerja, dan sebagainya,” tutup Benny.

[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya
Israel Mulai Menyerang Iran, Ini yang Jadi Ketakutan untuk RI

(dce/dce)