Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menganggap penilaian pemerintah untuk mengevaluasi kelanjutan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) sesuai dengan pertimbangan yang tepat, yaitu penerimaan APBN dan daya saing 7 industri terkait. Sugeng memberikan contoh dampak HGBT terhadap industri pupuk yang dapat memperbaiki keuangan perusahaan, namun subsidi ini juga tidak tepat sasaran karena tidak meningkatkan distribusi pupuk subsidi ke masyarakat. Oleh karena itu, jika program HGBT diteruskan, Sugeng mendorong untuk melakukan perhitungan ulang terhadap prioritas penerima HGBT.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro, berpendapat bahwa harga gas subsidi sebesar 6 dolar per MMBTU harus mempertimbangkan ekonomi produksi gas itu sendiri. Produksi gas bumi saat ini masih menghadapi masalah infrastruktur dan biaya produksi yang tinggi, sehingga ketika gas dijual dengan harga murah kepada industri tertentu, subsidi dan penerimaan APBN harus dikorbankan.
Bagaimana solusi dari kebijakan program HGBT? Untuk informasi lebih lanjut, simak dialog antara Syarifah Rahma dengan Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, dan Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro dalam acara Squawk Box, CNBC Indonesia (Selasa, 26/03/2024).