Laut Merah memanas, situasinya masih bergejolak akibat serangan pasukan Houthi, Yaman terhadap kapal yang melewati area tersebut sebagai aksi pembelaan terhadap Palestina atas serangan Israel.
Panasnya situasi laut merah membuat dunia khawatir karena perairan tersebut adalah jalur 12% perdagangan dunia, termasuk pasokan barang dan energi seperti minyak mentah.
Indonesia masih mengimpor minyak dari luar negeri untuk memenuhi kebutuhan domestik termasuk dari Timur Tengah, dan saat ini melayani transportasi minyak melalui kapal yang dikelola oleh PT Pertamina International Shipping (PIS).
Sekretaris Perusahaan PIS, Aryomekka Firdaus, menyatakan bahwa sampai saat ini kapal-kapal milik perusahaan tidak terdampak langsung akibat kegiatan impor minyak ke Indonesia.
“Untuk sementara Alhamdulillah belum ada yang berdampak langsung terhadap kapal-kapal PIS, terutama yang berkaitan dengan impor,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia.
Aryo juga menyatakan bahwa saat ini terdapat setidaknya dua kapal PIS yang akan melintasi kawasan konflik di Laut Merah untuk melayani konsumen internasional, namun tidak terkait dengan kebutuhan domestik.
Untuk mengantisipasi risiko, kapal-kapal tersebut tidak akan melewati kawasan berisiko di Laut Merah, dan jika memang harus melalui wilayah tersebut, pihaknya akan melakukan antisipasi melalui Additional War Risk Premium (AWRP), Arm guards, dan berkoordinasi dengan otoritas terkait.
Serangan Houthi di Laut Merah telah membuat hampir 10 operator pelayaran menghindari wilayah tersebut, yang berpotensi mengganggu pasokan barang dan energi global serta membuat harga melonjak tinggi.
Situasi ini telah mempengaruhi perdagangan senilai US$225 miliar dan berdampak pada 330 kapal. Jumlah kapal yang melakukan pemutaran via Tanjung Harapan melonjak menjadi 124 dari 55 pada minggu sebelumnya.
Di sisi lain, terdapat sedikit peningkatan jumlah kapal kontainer di Laut Merah, yaitu 21 kapal pada hari Selasa, naik dari 16 kapal pada tanggal 26 Desember.