Konstitusi UUD 1945 dalam Bentuk Aslinya – prabowo2024.net

by -143 Views

Oleh: Prabowo Subianto [diambil dari Buku 1 Kepemimpinan Militer: Catatan dari Pengalaman Letnan Jenderal TNI (Purn) Prabowo Subianto]

Saya orang yang berpendapat bahwa masalah ekonomi negara tidak terlalu jauh berbeda dengan mengatur diri sendiri, mengatur rumah tangga, dan mengatur perusahaan.
Coba bayangkan kalau kita bekerja, tapi tidak jelas tabungan kita ada di mana? Kan kita jadinya tidak bisa apa-apa? Anda bekerja, umpamanya, tiap bulan. Anda digaji, tapi sebagian dari gaji Anda tidak boleh Anda gunakan, tidak boleh untuk menabung. Maka Anda tidak tidak bisa berbuat banyak.
Pasal 33 Undang-undang Dasar ’45 dirumuskan oleh para pendiri bangsa kita untuk memastikan negara kita punya tabungan yang cukup untuk membangun.
Selama pasal 33 Undang-undang Dasar ’45 tidak kita patuhi, selama itu kekayaan kita akan terus mengalir ke luar negeri. Selama itu mata uang kita tidak akan kuat, dan selama itu ekonomi kita akan menjadi bancakan bangsa lain.
Ini yang harus kita ubah. Ini yang harus kita perbaiki. “Bumi, air dan semua kekayaan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara, dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Itu adalah perintah Undang- undang Dasar ’45.
Namun, itu yang banyak elite Indonesia pura-pura tidak baca. Ada juga orang-orang pintar di Indonesia pura-pura tidak tahu tentang Undang-undang Dasar ’45. Mereka mengatakan pasal 33 ini kuno, sudah kedaluwarsa, tidak penting. Sebagian juga mengatakan, “sekarang yang penting adalah persaingan bebas, pasar bebas, globalisasi”. Semua serahkan ke pasar. Nanti, yang kaya sedikit, tapi dia akan meneteskan ke bawah kekayaannya. Trickle down impact. Netes, netes, netes.
Benar ada yang menetes, tapi mohon maaf, mungkin kita semua sudah mati baru sampai turun ke bawah.
Selain itu, kalau saya bicara UUD 1945 Pasal 33, seringkali saya diledek. Bahkan ada yang mengatakan, “Prabowo bahaya. Prabowo nanti akan nasionalisasi. Semua milik orang kaya akan diambil.”
Anggapan tersebut tidak benar. Yang saya mau adalah, kita besarkan ekonomi kita, dan ekonomi dibagi lebih rata. Jangan 1% yang kuat menguasai semua. Jangan asing menguasai semua. Yang kuat, monggo, maju kamu. Negara angkat yang kurang kuat.
Prinsip saya adalah reside and let reside. Hidup dan jadikan orang lain hidup. Jangan reside for your self. Jangan zero sum sport. Jangan I win, you lose.
Prinsip saya, saya menang, kamu juga menang. Kita menang. Win-win, itu yang saya mau, dan itu prinsip yang terkandung di UUD 1945 Pasal 33, Ayat 1 hingga Ayat 3.
Pasal 33 sangat jelas. Ayat 1. “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.
Jadi, ini dasar. Kita tidak boleh punya pendapat yang kuat tambah kuat, yang tidak kuat terserah. Pendapat seperti itu bukan Pancasila, bukan cita-cita pendiri bangsa kita.
Sesuai Ayat 1, yang ekonominya kuat harus tarik yang lemah. Pemerintah harus jadi pelopor, bukan wasit. Pemerintah harus di depan untuk menjaga kekayaan negara. Kalau rakyat masih miskin, pemerintah harus ikut bertanggung jawab untuk memperbaiki keadaan. Ini adalah perintah Undang-Undang Dasar ’45.
Ayat 2, “Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara”. Ini perintah konstitusi Republik Indonesia.
Ayat 3, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Ini bukan maunya Prabowo, ini perintah Undang-undang Dasar kita.
Saat ini, elite Indonesia banyak meninggalkan nilai-nilai Undang-undang Dasar ’45. Meninggalkan nilai-nilai Pancasila.
Pancasila dipakai di mulut, tetapi tidak dijalankan. Ini dimungkinkan oleh amandemen UUD 1945 yang telah menambahkan Ayat 4 dan Ayat 5 di Pasal 33. Ayat 4, “Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi   ekonomi”,   yang   sesungguhnya   bertabrakan dengan Ayat 1 hingga Ayat 3 karena menjadikan ekonomi Indonesia menjadi ekonomi bermazhab pasar bebas.
Karena itulah, saya percaya, kalau kita benar-benar ingin berjuang menuju negara sejahtera, kita harus lihat sumber penyakit kita apa, dan kita harus perbaiki sumber penyakit itu. Root trigger, atau akar permasalahan ekonomi kita ada di Pasal 33 yang telah diganti dan tidak dijalankan sepenuh hati.
Untuk memperbaikinya, kita harus kembalikan konstitusi kita ke naskah aslinya, versi 18 Agustus 1945. Dengan demikian ekonomi Indonesia akan dikuasai oleh rakyat Indonesia, dan negara akan punya tabungan untuk membangun.
Dengan demikian, para pimpinan, para tokoh politik yang sekarang hadir di tengah rakyat, bisa berhenti jadi pemimpi. Bisa berhenti jadi ‘pejuang akan’. Akan ini, akan itu, tapi tidak bisa berbuat banyak karena uangnya tidak ada. Kalau uangnya ada, akan ada banyak yang mereka bisa perbuat untuk Indonesia.